Konversi Lahan Pertanian yang Tidak Terkendali

Sawah

Untuk menuju swasembada pangan dan ketahanan pangan, Indeks daya tahan (resilience) sumber daya alam Indonesia —  termasuk pemeliharaan lahan pertanian  — sangat lemah. Pada tahun 2017, The Economist – sebuah lembaga pemeringkat ketahanan pangan dunia yang berpusat di London – menempatkan Indonesia pada ranking ke-109 dari 113 negara terpilih. Pada tahun 2018 posisi Indonesia berada pada peringkat 111 dari 113 negara tepilih, di bawah Republik Demokratik Kongo, Afrika, dengan skor 43,9 dari 100 yang diharapkan. Sekalipun indeks katahanan pangan Indonesia berada pada peringkat ke-68 tahun 2018, dilihat dari segi ketahanan sumber daya alam yang mendukung produktivitas pertanian, masa depan ketahanan pangan Indonesia sangat mengkhawatirkan.

Dalam hal ini The Economist (2017) memberikan catatan khusus bahwa Indonesia telah gagal memelihara lahan sawah (grassland). Indonesia perlu mengembangkan politik agrarian yang lebih efektif, termasuk meningkatkan hasil padi bagi keluarga tani gurem (subsistence crop). Lebih jelasnya, The Economist (2017) menegaskan:

“Indonesia’s rapid deforestation and poorly preserved grassland undermine the country’s agricultural productivity. Experts agree that Indonesia needs to develop more effective agrarian policies, including raising yields of subsistence crops, reconstructing irrigation systems and instituting land policies and enforcement that protect land-grabbing from industrialized agriculture.”

 

Konversi Lahan Pertanian

Sejalan dengan catatan The Economist, secara faktual luas lahan pertanian di Indonesia terus mengalami penurunan. Hasil Sensus Pertanian 1983 menunjukkan bahwa lahan pertanian seluas 16 704 272 ha, menurun menjadi 15 424 004 ha pada tahun 1993, anjlok menjadi 14 139 895 ha pada tahun 2003, dan meluncur tidak terkendali pada Sensus Pertanian tahun 2013 menjadi 8 685 888,7 ha. Pada Sensus Pertanian tahun 2023 – yakni setiap sepuluh tahunan – diperkirakan luas lahan pertanian akan semakin berkurang.

Memperhatikan data yang disajikan dalam Tabel 1, penurunan luas lahan pertanian terjadi secara menyeluruh di lima wilayah utama Indonesia, yakni di Jawa, Bali & Nusa Tenggara, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku & Papua. Penurunan jumlah luas lahan yang sangat signifikan terjadi Bali & NT, Sumatera dan Kalimantan. Dalam kurun waktu 30 tahun, lahan pertanian padi di Sumatera hanya tersisa 40%, dan  di Kalimantan hanya tersisa seluas sekitar 24%.

Upaya pembuatan sawah baru yang diprakarsai oleh Kementerian Pertanian dibantu oleh TNI AD memang memberikan hasil cukup baik, tetapi belum sepadan dengan luas lahan sawah yang hilang secara keseluruhan di Indonesia. Sebagai ilustrasi di Jawa dalam kurun waktu sepuluh tahun (2003-2013) terdapat peningkatan sebanyak 770 129 ha. Namun, dalam kurun waktu 30 tahun (1983-2013) Indonesia kehilangan sekitar 8 juta hektar, yakni dari 16 jutaan hektar di tahun 1983 menjadi sekitar 8 juta hektar (sekitar 50%) di tahun 2013. Upaya-upaya perluasan lahan pertanian belum sebanding dengan hasrat melakukan konversi lahan pertanian padi. Dalam krun waktu 1993-2003 di Sulawesi terdapat peningkatan lahan pertanian padi seluas 412 064 ha, dari 1 772 444 ha tahun 1993 menjadi 2 184 508 di tahun 2003. Namun berdasarkan hasil sensus tahun 2013 wilayah ini kehilangan 1 096 126 ha sawah, yak ni dari 2 184 508 di tahun 2003 menjadi 1 088 382 pada tahun 2013.

 

Table 1. Luas Lahan Pertanian Yang Masih Tersisa, 1983-2013

Wilayah Luas Lahan Pertanian
SP 1983 SP 1993 SP 2003 SP 2013
Java 5 422 449 4 407 029 4 019 887 4 790 016,8
Bali & NT 1 208 164 1 060 218 1 095 551 499 326,4
Sumatera 5 668 811 5 416 601 4 249 706 1 724 256,9
Sulawesi 1 637 811 1 772 444 2 184 508 1 088 382,2
Kalimantan 2 222 153 2 191 596 2 096 230 526 670,5
Maluku & Papua 544 984 576 116 494 013 57 238,7
Indonesia 16 704 272 15 424 004 14 139 895 8 685 888,7

Sumber: Maman dkk., 2017

 

Penurunan luas lahan pertanian secara nasional memberikan dampak pada penyempitan luasan sawah beberapa daerah, juga berpengaruh terhadap penyempitan luas sawah yang dimiliki keluarga petani. Barokah dkk (2012) yang melakukan studi di Desa Jaten dan Jumantono, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah menunjukkan, dalam periode 12 tahun (1998-2010) telah terjadi konversi lahan seluas 0.283 ha (283 m2) per keluarga petani di Desa Jaten, dan 0.053 ha (53 m2) di Desa Jumantono. Menurut Barokah dkk. (2012), rata-rata luasan kepemilikan lahan di Karanganyar pada tahun 1988 seluas 0,3 ha, dan menurun menjadi 0,296 ha pada tahun 2010.

Kecenderungan yang sama terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Sebuah penelitian tesis yang dilakukan Handari (2012) untuk meraih gelar magister di Universitas Diponegoro, Jawa Tengah, menunjukkan dalam periode 6 tahun (2005-2011) telah terjadi trend penurunan luas sawah. Pada tahun 2005 luas swah di Magelang tercatat 37 445 ha dan menurun menjadi 37 219 pada tahun 2011. Handari meramalkan, penurunan luas lahan akan terus terjadi berdasarkan jumlah file usulan perubahan penggunaan lahan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang, yaitu terdapat 47 file proposal di tahun 2010, 12 file di tahun 2011, dan 15 file di tahun 2012. Menurut Handari (2012), jumlah ini belum termasuk perubahan fungsi lahan yang tidak dilakukan melalui prosedur izin resmi pada BPN.

Pengamatan yang dilakukan oleh Apriyana (2011) menyimpulkan akan terjadinya konversi lahan sawah di berbagai daerah, baik yang dekat atau jauh dari ibu kota. Dua daerah yang dekat dari Jakarta dan potensial mengalami penurunan luas lahan pertanian adalah Cianjur dan Tangerang; sedang daerah yang jauh dari ibu kota – dan memiliki kecenderungan kuat mengalami konversi lahan – adalah Mojokerto. Kaena itu, sangat mengkhawatirkan dalam Sensus Pertanian tahun 2023, Indonesia akan semakin kehilangan sawah, dan indeks ketahanan sumber daya alam dan lahan semakin melemah. Ini memerlukan usaha penyelesaian serius dan sistematis. ***

 

Reference

Apriyana, Nana. Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Dalam Rangka Mempertahankan Ketahanan Pangan Nasional (Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan, 2011).

Barakah, Ummu. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Di Kabupaten Karanganyar. Solo, 2012.

Center for Agricultural Data and Information System. Statistics of Agricultural Land 2008-2012. Jakarta: MoA, 2013.

Handari, M.F. Anita Widhy. “Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan Di Kabupaten Magelang.” Universitas Diponegoro Semarang, 2012.

The Economist, 2017, Global Food Security Index 2017: Measuring Food Security And the Impact of Resource Risks, A report from the economist intelligence unit.

The Economist, 2018, Global Food Security Index 2018: Building Resilience in the face of Food Security Risk, a report from the economist intelligence unit.

Maman, Ujang, dkk. “Al-Musaqoh and Sharia Agribusiness System: An Alternative Way to Meet Food Self-Sufficiency in Contemporary Indonesia,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 14, Number 2, December 2017: 189-231

 

Recommended For You